Minggu, 29 Januari 2012

Pemugaran Cagar Budaya

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
Untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya;
Cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya;
Mengingat adanya perubahan paradigma pelestarian cagar budaya, diperlukan keseimbangan aspek ideologis, akademis, ekologis, dan ekonomis guna meningkatkan kesejahteraan rakyat;
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan,pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadianbangsa.

Benda Cagar Budaya dapat:
a. berupa benda alam dan/atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia;
b. bersifat bergerak atau tidak bergerak; dan
c. merupakan kesatuan atau kelompok.

Indonesia memiliki banyak benda cagar budaya, baik berupa benda cagar budaya bergerak maupun tidak bergerak. Benda cagar budaya tidak bergerak umumnya berupa bangunan dalam berbagai jenis, seperti rumah tradisional yang berbahan kayu, gedung kuno yang berbahan pasangan bata dengan perekat campuran semen, kapur dan pasir, bangunan candi yang berbahan batu atau bata, dan bangunan dari masa prasejarah seperti punden berundak.
Pada umumnya bangunan cagar budaya tersebut keadaaannya sudah banyak mengalami kemerosotan baik secara kualitas maupun kuantitas bangunan. Hal ini diakibatkan antara lain oleh faktor alam dan faktor aktifitas manusia. Bagian dari bangunan tersebut di antaranya mengalami kedudukan yang miring, melesak, retak atau pecah. Sebagian komponen bangunan asli ada yang sudah diubah, diganti, atau hilang. Sedangkan secara bahan sebagian mengalami proses pelapukan bahkan rapuh sehingga tidak dapat dipertahankan keasliannya.
Ketentuan Undang-Undang RI No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pada ketentuan umum disebutkan bahwa kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.
Dalam hal pemugaran, permasalahan yang paling sering timbul adalah terbatasnya data bangunan cagar budaya sebagai akibat terjadinya kerusakan atau perubahan, ataupun pemahaman pada sebagian masyarakat tentang pemugaran. Pemugaran sering diartikan sebagai kegiatan merombak bangunan lama yang secara fungsi dan bentuknya dianggap sudah tidak memenuhi kebutuhan dan selera masa kini. Jika pengertiannya demikian, hal ini sama dengan menghilangkan nilai sejarah dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam hal pemugaran ini, maka perlu disosialisasikan tentang pedoman pelaksanaan pemugaran khususnya bagi instansi pemerintah baik di propinsi maupun di kabupaten/kota yang menangani cagar budaya, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tepat pelaksanaannya.

Landasan Operasional
Beberapa ketentuan yang menjadi landasan dalam pelaksanaan kegiatan pemugaran yang harus diperhatikan pasal-pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif.
(2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian.
(3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.
(4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

Pasal 54
Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau yang dikuasai.

Pasal 55
Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 77
(1) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi,konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.
(2) Pemugaran Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan;
b. kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;
c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan
d. kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.
(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.
(4) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemugaran Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pemahaman dari Undang-Undang RI No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, khususnya hal yang berkaitan dengan pemugaran memerlukan kesamaan pemahaman, agar dapat mencapai tujuan seperti yang diamanatkan undang-undang tersebut yaitu sesuai dengan nilai sejarah dan budaya yang dikandungnya. Prinsip dan prosedur pemugaran cagar budaya berlaku untuk semua jenis bangunan cagar budaya dan struktur cagar budaya seperti bangunan batu, bangunan bata, bangunan kayu maupun bangunan jenis lainnya, termasuk di dalamnya lahan situs.
Prinsip pelaksanaan pemugaran meliputi prinsip umum dan prinsip teknis, sedangkan prosedur pelaksanaan meliputi penanganan bangunan dan penataan lahan situs termasuk di dalamnya kegiatan penelitian, pendokumentasian dan pengawasan.

Pengertian
1) Benda Cagar Budaya dapat:
a) berupa benda alam dan/atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia;
b) bersifat bergerak atau tidak bergerak; dan
c) merupakan kesatuan atau kelompok.
2) Bangunan Cagar Budaya
Susunan binaan terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
3) Struktur Cagar Budaya
Susunan binaan terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia
4) Benda Cagar Budaya Bangunan Kayu
(Bangunan dari bahan organik ) adalah benda cagar budaya dengan struktur utama menggunakan bahan dari kayu yang dipasang sistem rangka, dengan perkuatan teknik tradisional. Contoh : bangunan tradisional.
5) Bangunan Cagar Budaya Bangunan Batu
Adalah benda cagar budaya dengan struktur utama menggunakan bahan dari batu yang disusun sistem tumpuk dengan perkuatan atau tanpa menggunakan perkuatan. Contoh: punden berundak, sistem tumpuk tanpa perkuatan, sedangkan candi batu, sistem tumpuk dengan perkuatan teknik takikan, lubang, pen dan batu pengunci.
6) Benda Cagar Budaya Bangunan Gedung
Adalah benda cagar budaya dengan struktur utama menggunakan pasangan batu atau bata dengan perekat dari bahan campuran semen, kapur dan pasir . Contoh : bangunan kolonial.
7) Pemugaran Benda Cagar Budaya
Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. (Pasal 1 UURI No.11 tahun 2010).
8) Studi Kelayakan
rangkaian kegiatan penilaian terhadap kondisi teknis dan keterawatan cagar budaya untuk menetapkan kelayakan cagar budaya untuk dipugar
9) Studi Teknis
rangkaian kegiatan penilaian kondisi kelayakan teknis cagar budaya untuk menetapkan detail tata cara dan teknik pelaksanaan pemugaran.



10) Penanganan bangunan
Adalah kegiatan pemugaran benda cagar budaya yang terdiri dari pemulihan arsitektur dan perbaikan struktur.
11) Pemulihan Arsitektur
Adalah pengembalian keaslian bentuk benda cagar budaya sesuai awal pendiriannya atau ketika pertama kali ditemukan.
12) Perbaikan struktur adalah pengembalian stabilitas struktur benda
cagar budaya sesuai permasalahan kerusakan yang dihadapi.
13) Penataan Lahan Situs
Adalah kegiatan pelindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya untuk menunjang upaya pelestarian dan pemanfaatannya.
14) Penelitian
Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.
15) Pendokumentasian
Adalah kegiatan perekaman data mengenai kondisi teknis dan keterawatan benda cagar budaya dalam bentuk tulisan, foto, gambar, dan audio visual yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah pemugaran, serta pada saat ditemukan hal-hal yang khusus.
16) Pengawasan Pemugaran
Adalah kegiatan pemantauan dan penilaian pelaksanaan pemugaran benda cagar budaya untuk mencegah terjadinya kesalahan atau penyimpangan dari yang direncanakan.

Prinsip dan Prosedur Pemugaran
1) Prinsip Pemugaran
Dalam melaksanakan pemugaran terdapat prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh setiap pelaksana pemugaran cagar budaya. Prinsip umum yang harus diperhatikan adalah pemugaran dilakukan dengan memperhatikan keaslian bentuk, bahan, pengerjaan dan tata letak serta nilai sejarahnya.
a) Keaslian bentuk adalah upaya pemulihan cagar budaya dengan mempertahankan keaslian desain, langgam/gaya, unsur, elemen, ragam hias, dan warna.
b) Keaslian bahan adalah upaya pemulihan cagar budaya dengan mempertahankan keaslian material penyusun bcb yang mencakup jenis dan kualitas bahan
c) Keaslian pengerjaan adalah upaya pemulihan cagar budaya dengan mempertahankan keaslian pengerjaan bangunan yang mencakup struktur dan teknik pengerjaan
d) Keaslian tata letak adalah upaya pemulihan cagar budaya dengan mempertahankan keaslian keletakan benda cagar budaya di dalam situs dengan memperhatikan arah hadap dan orientasi bangunan terhadap lingkungannya




Penjelasan lebih detailnya sebagai berikut :
Keaslian bentuk
1. Keaslian ini mencakup komponen, unsur, gaya, ragam hias dan warna.
2. Pengembalian bentuk cagar budaya dilakukan sampai pada batas yang secara akademis dapat dipertanggung-jawabkan, serta harus dihentikan bila timbul keragu-raguan.
3. Penyelesaian bentuk akhir dari ragam hias hanya dibatasi pada bentuk dasar ragam hias sebagai upaya untuk menghindari kerancuan dalam mempertahankan keaslian data.
4. Kegiatan pengembalian keaslian bentuk harus selalu disertai dengan kegiatan perekaman data, baik secara tulisan, gambar, dan foto.

Keaslian bahan
1. Bahan pengganti memiliki ukuran, jenis, kualitas, dan kandungan unsur bahan yang sama dengan bahan asli.
2. Bahan pengganti harus diberi tanda yang ditempatkan pada bagian yang tidak mengganggu estetika bangunan secara keseluruhan.
3. Pengadaan bahan pengganti tidak dibenarkan apabila pada akhirnya tampak mendominasi.
4. Penggunaan bahan pengganti harus disertai dengan perekaman data, baik tulisan maupun gambar dan foto

Keaslian Pengerjaan
1. Penggunaan teknologi pengerjaan masa kini atau baru dapat dibenarkan apabila teknologi pengerjaan yang asli sudah tidak memungkinkan diterapkan.
2. Teknologi pengerjaan masa kini atau baru dapat diterapkan setelah melalui penelitian atau uji kelayakan.
3. Penggunaan teknologi pengerjaan masa kini harus disertai dengan perekaman data, baik tulisan, gambar, dan foto.

Keaslian tata letak
1. Pengembalian tata letak cagar budaya ke tempat aslinya dilakukan setelah diadakan penelitian terhadap kondisi cagar budaya dan lingkungannya.
2. Tata letak ini mencakup kedudukan, arah hadap, dan orientasi bangunan terhadap lingkungannya.
3. Perekaman data tentang kondisi keletakan cagar budaya beserta komponen dan unsur-unsur di dalamnya sudah dihimpun dan dikumpulkan sebelum cagar budaya dipugar.
4. Pengembalian keletakan material candi yang memiliki hiasan dilakukan dengan cara mencocokkan alur hiasan antara batu satu dengan lainnya.

2) Prosedur Pemugaran
Kegiatan pemugaran cagar budaya merupakan pekerjaan yang bersifat spesifik, karena berkaitan dengan nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, maka pelaksanaan pemugaran harus mengikuti prosedur yang berlaku sebagai berikut:
a) Prosedur Administratif
Prosedur ini diawali dengan adanya cagar budaya yang diusulkan untuk dipugar oleh pemilik atau yang dikuasakan. Pemilik mengajukan usulan berupa proposal kepada instansi yang berwenang untuk melakukan penilaian berkenaan dengan izin pemugaran. Penilaian yang dilakukan akan dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap cagar budaya yang akan dipugar. Berdasar hasil penilaian, instansi dapat mengizinkan atau menolak pemilik melakukan pemugaran.
b) Prosedur Teknis
Cagar budaya yang diusulkan untuk dipugar dilakukan penelitian dalam bentuk studi kelayakan dan studi teknis. Keluaran dari studi kelayakan adalah layak tidaknya cagar budaya tersebut dipugar setelah mengkaji data arkeologis, historis dan teknis. Sedangkan keluaran dari studi teknis adalah penetapan tata cara dan teknik pelaksanaan pemugaran setelah mengkaji aspek pemulihan arsitektur dan perbaikan struktur.

Pelaksanaan Kegiatan
1) Pra Pemugaran
a) Studi Kelayakan Pemugaran
Pengumpulan data dilakukan terhadap data lapangan melalui pengamatan langsung terhadap cagar budaya yang akan dipugar dan data pustaka yang dilakukan dengan penelusuran dokumen terkait. Data yang dikumpulkan meliputi data arkeologis, historis dan teknis.
i) Data arkeologis adalah data yang menjelaskan tentang nilai cagar budaya yang ditinjau dari keaslian bentuk, bahan, pengerjaan dan tata letak secara kontekstual. Data ini diperlukan sebagai acuan untuk menetapkan seberapa jauh bangunan dapat dipugar berdasarkan data yang tersedia.
ii) Data historis adalah data yang menjelaskan tentang latar belakang sejarah cagar budaya dan arti penting atau peranannya dalam suatu peristiwa sejarah. Data ini diperlukan sebagai acuan untuk menetapkan perlu tidaknya cagar budaya ini dipugar bagi sejarah dan ilmu pengetahuan
iii) Data teknis adalah data yang menjelaskan kondisi cagar budaya dengan segala permasalahan kerusakan yang dapat menimbulkan kerugian atau kemusnahan bagi nilai manfaat dan keutuhan cagar budaya. Data ini diperlukan untuk acuan langkah-langkah penanganan bangunan dan penataan lingkungannya.

Hasil pengolahan ketiga data tersebut dipergunakan untuk mengambil kesimpulan mengenai layak tidaknya suatu cagar budaya dipugar.



b) Studi Teknis Pemugaran
Tahapan kegiatan dalam rangka menetapkan detail tata cara dan teknik pelaksanaan pemugaran berdasarkan penilaian atas setiap perubahan atau kerusakan yang terjadi pada cagar budaya dan cara penanganannya melalui pendekatan sebab dan akibat. Tahapannya meliputi pengumpulan data lapangan dan data pustaka. Data yang diperoleh meliputi data arsitektural, struktural dan keterawatan dan lingkungan.
i) Data arsitektural adalah data menjelaskan tentang kondisi arsitektural bangunan ditinjau dari kelengkapan unsur atau komponen bangunan seperti bagian yang masih asli, yang telah diganti atau diubah maupun bagian yang hilang. Data ini diperlukan sebagai acuan untuk menetapkan langkah pemulihan berdasarkan data yang ada.
ii) Data struktural adalah data yang menjelaskan tentang struktural bangunan yang ditinjau dari permasalahan kerusakan seperti bagian bangunan cagar budaya yang melesak, miring, retak, maupun pecah, dengan memperhatikan faktor penyebab maupun proses terjadinya kerusakan. Data ini diperlukan sebagai acuan untuk menetapkan langkah perbaikan berdasarkan permasalahan kerusakan yang dihadapi.
iii) Data Keterawatan adalah data yang menjelaskan tentang kondisi bahan bangunan cagar budaya ditinjau dari permasalahan kerusakan/pelapukan bahan seperti pengelupasan, aus, dan rapuh, dengan memperhatikan faktor penyebab dan mekanisme proses pelapukan. Data tersebut diperlukan untuk menetapkan langkah pembersihan dan pengawetan bahan bangunan.
iv) Data Lingkungan adalah data yang menjelaskan tentang kondisi lahan sekitar cagar budaya ditinjau dari topografi, flora, fauna dan tata guna lahan, serta status kepemilikan dan rencana umum pembangunan tata ruang daerah. Data ini diperlukan sebagai acuan untuk menetapkan langkah penataan lahan yang menjadi bagian integral dari bangunan cagar budaya.

Berdasarkan kajian data tersebut dapat diambil kesimpulan berupa penentuan tata cara dan teknik pelaksanaan pemugaran mencakup langkah-langkah perbaikan struktur dan pemulihan arsitektur serta penataan lahan. Tindakan yang diambil setelah data dikumpulkan dan diolah dapat berupa saran jenis-jenis kegiatan pemugaran, seperti restorasi, rekonstruksi, rehabilitasi, konsolidasi dan perawatan.
Jenis kegiatan pemugaran :
a) Rekonstruksi adalah upaya pemulihan bangunan yang kegiatannya menitik beratkan pada pengembalian keaslian bentuk bangunan dengan penambahan bahan baru.
b) Konsolidasi adalah upaya perbaikan bangunan yang kegiatannya menitik beratkan pada upaya memperkuat atau memperkokoh berdirinya bangunan.
c) Rehabilitasi adalah upaya perbaikan dan pemulihan bangunan yang kegiatannya menitik beratkan pada penanganan yang sifatnya pemeliharaan.
d) Restorasi adalah upaya pemulihan bangunan yang kegiatannya menitik beratkan pada pengembalian keaslian bentuk bangunan tanpa penggunaan bahan baru.
e) Perawatan adalah upaya untuk melestarikan benda cagar budaya dari kerusakan atau pelapukan yang diakibatkan oleh faktor manusia, alam dan hayati.

2) Pemugaran
a) Perbaikan struktur
Merupakan tahapan kegiatan dalam rangka menanggulangi/ mencegah kerusakan bangunan cagar budaya lebih lanjut. Kegiatan utamanya adalah memperbaiki bangunan yang mengalami kerusakan seperti bagian bangunan yang miring, melesak, retak maupun pecah. Termasuk di dalamnya perawatan terhadap unsur bangunan yang mengalami pelapukan. Proses pelaksanaannya sebagai berikut:
i) Pembongkaran
Pembongkaran dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian, mengingat kondisi bahan asli cagar budaya yang umumnya rentan terhadap kerusakan. Prinsip teknis yang harus diperhatikan adalah pemberian nomor terhadap setiap unsur yang dibongkar melalui sistem registrasi agar pemasangan kembali tidak mengalami kesulitan. Sistem registrasi adalah sistem pencatatan dan pemberian tanda atau kode pada setiap unsur cagar budaya sebelum dibongkar sesuai keletakannya masing-masing. Penentuan dan penamaan bagian bangunan dilakukan dengan jelas agar mudah dimengerti seperti penamaan sisi bangunan, bidang, dan nomor seri. Pemberian tanda atau kode pada bagian bangunan dapat dilakukan dengan menggunakan cat atau dipahatkan namun tidak merusak unsur bahan aslinya.
ii) Perkuatan struktur
Tujuannya untuk memperkuat dan memperkokoh bangunan (konsolidasi). Prinsip teknis yang harus diperhatikan adalah pemberian kekuatan dapat dilakukan apabila dari hasil kajian memang diperlukan untuk menunjang kelestarian bangunan. Perkuatan struktur diberikan pada bagian yang berada di atas permukaan tanah dalam bentuk penambahan kekuatan atau konstruksi yang sifatnya permanen, maupun pada bagian bawah permukaan tanah dalam bentuk perkuatan pondasi bangunan sesuai kebutuhan.
iii) Perawatan bahan
Perawatan ini ditujukan untuk mencegah terjadinya pelapukan bahan yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada stabilitas berdirinya bangunan (konservasi material). Kegiatan utamanya meliputi pembersihan dan pengawetan terhadap unsur bahan yang mengalami pelapukan. Pemasangan lapisan pelindung atau lapisan kedap air dapat pula dilakukan sesuai kondisi struktural bangunan.
iv) Penggantian bahan
Penggantian bahan sering tidak dapat dihindarkan, disebabkan oleh kondisi bahan asli yang rusak/hilang. Prinsip teknis yang harus diperhatikan dalam penggantian bahan asli :
(1) Penggantian komponen atau unsur bangunan asli dengan bahan baru hanya dilakukan bila komponen atau unsur asli tersebut rusak dan secara teknis sudah tidak layak pakai, dan secara struktural dipandang perlu demi mempertahankan keberadaan bangunan.
(2) Penggantian komponen atau unsur bangunan asli yang hilang dapat dilakukan bila memiliki acuan yang jelas mengenai bentuk, ukuran, letak, jenis dan usianya.
(3) Bahan baru pengganti bahan asli adalah bahan baru dari jenis dan kualitas yang sama dengan bahan asli.
(4) Bahan baru pengganti bahan asli harus diberi tanda untuk membedakan dengan bahan asli

b) Pemulihan Arsitektur
Merupakan tahapan kegiatan dalam rangka mengembalikan keaslian bentuk bangunan berdasarkan data yang ada. Kegiatan utamanya adalah melakukan pemasangan kembali komponen atau unsur bangunan asli yang dibongkar, pemasangan komponen atau unsur bangunan baru pengganti, dan pemasangan komponen atau unsur bangunan temuan.
Proses pelaksanaan dan teknik pemulihan arsitektur diawali dengan melakukan penelusuran terhadap kelengkapan komponen atau unsur bangunan yang masih insitu, yang telah diganti, atau telah diubah, maupun bagian yang rusak atau hilang, serta unsur bangunan asli yang ditemukan.
i) Pemasangan unsur bangunan asli yang dibongkar
Merupakan upaya pemulihan bangunan yang dilakukan berdasarkan atas komponen atau unsur bangunan asli insitu yang dibongkar dengan pedoman pada sistem registrasi. Pemulihan bangunan ini disebut sebagai upaya restorasi.
ii) Pemasangan unsur bangunan baru pengganti
Pemasangan unsur bangunan baru pengganti merupakan upaya pemulihan bangunan yang dilakukan berdasarkan atas komponen atau unsur bangunan yang rusak atau hilang. Pedomannya menggunakan hasil studi banding dengan komponen lain yang memiliki kesamaan dari segi usia, bentuk, bahan, ukuran dan tata letak. Upaya pemulihan bangunan seperti ini disebut sebagai rekonstruksi.
iii) Pemasangan unsur bangunan asli temuan
Pemasangan unsur bahan bangunan yang ditemukan merupakan upaya pemulihan bangunan yang dilakukan berdasarkan atas komponen atau unsur temuan dalam rangka penempatan kembali ke tempat semula. Pemasangan unsur temuan dilakukan melalui tahap pencocokan antar unsur yang memiliki persamaan dalam hal bentuk, ukuran, bahan dan pola hias. Pemulihan bangunan seperti ini disebut sebagai upaya pemulihan anastilosis, yaitu pengembalian keaslian bentuk bangunan dengan cara pencocokan antar unsur terkait.

3) Pasca Pemugaran
Kegiatan dalam pasca pemugaran adalah melakukan penataan lingkungan situs yang bertujuan untuk melindungi/memelihara kelestarian cagar budaya dan pemanfaatannya. Tata cara penataan lahan diawali dengan melakukan kajian terhadap kondisi topografi dan keterawatan lingkungan di sekitar bangunan cagar budaya, serta langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan dan pemanfaatannya.
Proses pelaksanaannya dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang mencakup penataan halaman, pengadaan sarana dan fasilitas, serta pembuatan taman.
a) Penataan halaman merupakan kegiatan dalam rangka mempersiapkan lahan situs untuk menunjang pemeliharaan dan pemanfaatan. Kegiatannya meliputi pembersihan halaman, pematangan tanah, perkuatan struktur tanah dengan memperhatikan kondisi lahan.
b) Pengadaan sarana dan fasilitas adalah upaya untuk pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya untuk keperluaan kepariwisataan. Sarana dan fasilitas ini yang dibutuhkan antara lain penempatan ruang informasi, pembuatan jalan setapak, dan jaringan saluran air, serta pemasangan pagar pengaman dengan memperhatikan keselarasan lingkungan cagar budaya.
c) Pertamanan
Merupakan salah satu upaya memberikan kenyamanan dan suasana sejuk bagi pengunjung dalam mengapresiasi cagar budaya dan lingkungannya. Kegiatan ini meliputi penanaman pohon, dan penataan taman, dengan memperhatikan tata letak dan jenis tanaman yang tidak berdampak negatif bagi kelestarian cagar budaya.

Penelitian, Dokumentasi dan Pengawasan
Selama proses pelaksanaan pemugaran cagar budaya harus selalu diikuti dengan penelitian, pendokumentasian dan pengawasan.
1) Penelitian
Pekerjaan utama dari kegiatan ini adalah melakukan pengamatan dan pengkajian terhadap temuan-temuan yang diperoleh selama berlangsungnya proses pemugaran. Hasil kegiatan penelitian akan dipakai sebagai acuan untuk menetapkan langkah-langkah pemugaran sesuai kaidah penanganan berwawasan pelestarian. Sasaran kegiatan penelitian meliputi penelitian arkeologi dan penelitian teknis.
2) Pendokumentasian
Kegiatan pendokumentasian dilakukan dalam bentuk tulisan dan gambar. Pendokumentasian dalam bentuk tulisan diperoleh dengan cara melakukan pencatatan kondisi cagar budaya yang dipugar dan temuan-temuan yang diperoleh selama tahapan pelaksanaan. Pendokumentasian dalam bentuk gambar diperoleh dengan cara melakukan penggambaran dan pemotretan terhadap cagar budaya dan lingkungannya. Dokumentasi gambar meliputi gambar peta dan gambar bangunan. Hasil dari dokumentasi ini dapat menunjang pekerjaan pemugaran maupun sumber informasi bagi pengembangan dan pemanfaatanya di kemudian waktu.
1. Pencatatan
Melakukan perekaman data secara tertulis tentang kondisi teknis dan bentuk arsitektur cagar budaya. Pencatatan dilakukan dalam setiap tahapan pekerjaan maupun saat ditemukannya permasalahan.
2. Pemetaan
Perekamanan dalam bentuk peta mengenai keletakan cagar budaya dan situasi di sekitarnya. Peta yang dihasilkan berupa peta situasi dengan skala peta bervariasi 1:500 sampai dengan 1: 1000 sesuai kebutuhan.
3. Penggambaran
Perekaman data dalam bentuk gambar teknis tentang kondisi arsitektural dan struktural. Gambar yang dihasilkan berupa gambar dalam bentuk denah, tampak, potongan, dan detail, dengan skala bervariasi antara 1: 10 sampai dengan 1:20, atau sesuai kebutuhan.
4. Pemotretan
Perekaman data dalam bentuk foto tentang bentuk dan kondisi teknis cagar budaya. Foto yang dihasilkann berupa foto situasi dan foto detail, berikut catatan sesuai tujuan pemotretan.

3) Pengawasan Pemugaran
Pengawasan adalah kegiatan pemantauan dan penilaian seiring dengan setiap tahapan pemugaran. Pengawasan dilakukan melalui tahapan pemantauan dan penilaian atas terlaksananya kegiatan dengan cara langsung di lapangan atau mempelajari laporan hasil kegiatan. Pengawasan ini dilakukan oleh petugas Pengawasan Teknis Arkeologis.
Tata cara pengawasan dalam tahap pelaksanaan dapat dilihat dari segi :
1. Administrasi
Pemantauan dan penilaian mengacu pada target dan sasaran yang direncanakan, terutama ketepatan jadwal dan pencapaian sasaran maupun anggaran yang digunakan.
2. Teknis
Pemantauan dan penilaian dengan mengacu pada prinsip pemugaran yang mencakup prinsip-prinsip pemugaran.
Hasil pengawasan pemugaran yang diperoleh pengawas teknis arkeologis dapat mengukur sejauh mana tingkat pencapaian pekerjaan yang telah dilakukan, mampu mengidentifikasi pemasalahan dan melakukan upaya pemecahannya.
Pengawasan dilakukan secara berkala agar setiap tahapan pelaksanaan senantiasa dipantau dan dinilai untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan dari yang direncanakan.

Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pencapaian tujuan pemugaran terdapat beberapa hal yang perlu dipahami, yaitu:
1) Dalam pelaksanaan pemugaran cagar budaya harus terlebih dahulu dilakukan penelitian dalam bentuk studi kelayakan dan studi teknis, sebagai dasar dalam menyusun perencanaan pemugaran sesuai permasalahan yang dihadapi.
2) Metode dan teknis pemugaran cagar budaya pada dasarnya ditetapkan berdasarkan atas identifikasi permasalahan dan upaya pemecahannya dengan memperhatikan keaslian bentuk, bahan, pengerjaan dan tata letak.
3) Ruang lingkup kegiatan pemugaran tidak hanya ditujukan pada penanganan cagar budaya dan penataan lahan, akan tetapi termasuk kegiatan penelitian dan pendokumentasian agar seluruh rangkaian proses pemugaran benar-benar sesuai kaidah penanganan berwawasan pelestarian.
4) Mengingat kegiatan pemugaran cagar budaya merupakan pekerjaan yang bersifat spesifik, maka dalam pelaksanaannya harus dilakukan pengawasan dan pelaporan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan dapat terlaksana sesuai nilai sejarah dan kepurbakalaan yang terkandung di dalamnya.
5) Pemugaran tidak semata-mata dilakukan untuk kepentingan pelestarian, tetapi juga dapat bermanfaat untuk kepentingan akademis, ekonomi, sosial dan budaya.




Pustaka Acuan
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
• Pedoman Perawatan dan Pemugaran Benda Cagar Budaya Bahan Batu, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala, Asdep Urusan Kepurbakalaan dan Permuseuman, 2005